Sabtu, 28 April 2012

MOTIVASI BAGI YANG SEDANG PUTUS ASA


SEGEGAM GARAM 

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi,  "Bagaimana rasanya?".
"Segar.", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Sabili

SEDEKAH ORANG MISKIN



Suatu hari sejumlah sahabat yang tergolong hidup miskin mendatangi Nabi Muhammad Saw. Mereka mengadukan sesuatu kepada beliau. Kata mereka, ''Orang-orang kaya telah banyak membawa pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, tetapi mereka bersedekah dengan kelebihan dan keunggulan harta mereka.''

Mendengar keluhan mereka, Rasulullah Saw pun berasabda, ''Bukankah Allah telah menjadikan buat kamu sekalian sesuatu yang kalian bisa bersedekah dengannya? Sesungguhnya setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah. Menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan pada kemaluan seseorang di antara kamu pun adalah sedekah.''

Mereka bertanya, ''Wahai Rasulullah, andaikan seseorang di antara kami menyalurkan syahwatnya (pada yang halal), apakah padanya ada pahala?''
Nabi Saw menjawab, ''Bagaimana pendapat kalian, jika ia menempatkan (menyalurkan) syahwatnya pada yang haram, apakah baginya ada dosa? Demikian pula jika ia menyalurkan syahwatnya pada yang halal, pasti akan ada pahala baginya.''(HR Muslim dari Abu Dzar).

Di antara keistimewaan generasi sahabat Rasulullah adalah dalam hal berlomba-lomba untuk meraih kebaikan atau pahala. Mereka berpacu untuk mendapatkan keutamaan dari Allah SWT dan menjauhi murka-Nya. Ini dilakukan semua kalangan, bukan hanya orang-orang kaya, tapi kalangan fakir miskin dan pejabat.

Nabi Saw menggambarkan makna luas dari sedekah. Kata beliau, bila sedekah tidak mampu diaplikasikan dengan bentuk harta, maka bisa berzikir, tahmid, dan meletakkan sesuatu pada tempat yang halal. Zikir bisa bermakna bahwa bagaimanapun juga keberadaan kita, pasti telah banyak anugerah yang diberikan Allah. Dan, kita harus meyakini bahwa keberadaan kita adalah yang terbaik dalam pandangan Allah SWT. Karena itu, kita harus menyebut nama-Nya sebagai tanda syukur.

Takbir adalah sebagai ungkapan menyakini kebesaran Allah dalam menentukan segala keadaan dan kelemahan kita menentukan apa yang terjadi. Ini juga mengajarkan orang kaya tidak seharusnya sombong, karena semua adalah karunia-Nya. Tahlil bermakna bahwa dalam keadaan apa pun (kaya atau miskin) kita tetap menyadari bahwa tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa.

Selain itu, meletakkan sarana pemberian Allah pada tempatnya yang halal merupakan jenis sedekah yang paling ringan. Karena, meletakkannya pada yang haram bermakna merusak karunia-Nya dan merugikan orang lain. Dengan demikian, kita tidak perlu berputus-asa dalam bersedekah. Sedekah bisa dengan harta, bisa dengan zikir, tahmid, dan bahkan sekadar ucapan baik.
Sumber : Republika Online

MACAM-MACAM PEMBANGKIT LISTRIK

 


Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi


Pembangkit Listrik Tenaga Air

Pembangkit  Listrik Tenaga Uap (Berbahan Baku Batubara)





Pembangkit Listrik Tenaga Surya




Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Kamis, 12 April 2012

BOGOR TEMPO DULU

Rumah Sakit Salak 1870


STASIUN BATUTULIS 1910



MESJID RAYA BOGOR


TUGU KUJANG


 Statsiun Bogor Tahun 1875





 Tanjakan Empang Tahun 1900 an









Jumat, 06 April 2012

Fastfood

Fastfood Jika punya waktu sedikit luang dan kebetulan Anda sedang berjalan-jalan di sekitar Sarinah Jl. Thamrin, Jakarta, berhentilah sejenak untuk memperhatikan sebuah restoran cepat saji (Fastfood) Mc Donald, niscaya Anda akan menemukan pemandangan yang lumayan kontras. Bukan pemandangan anak-anak jalanan yang menempelkan mulut dengan mata celong-nya di kaca tengah memperhatikan orang-orang didalam yang sedang makan ayam renyah dan seketika berhamburan masuk sesaat setelah yang didalam selesai makan untuk berebut sisa ayam dan kentang yang tidak dihabiskan, dan bukan pula wajah-wajah murung menahan lapar tatkala sisa ayam dan kentang yang diharap ternyata tak didapat.

Karena kalau soal itu, semestinya tak lagi menjadi wacana, tetapi langsung pada aksi yakni dengan berbagi kenikmatan kepada mereka. Yang ingin saya ajak untuk Anda perhatikan adalah pemandangan kontras dalam cara menyantap makanan cepat saji tersebut antara orang kita (lokal) dan para bule. Untuk diketahui, restoran cepat saji di areal tersebut memang menjadi salah satu tempat favorit para bule yang kebetulan lokasinya tidak jauh dengan Jl. Jaksa, tempat tinggal sementara para bule tersebut. Apa bedanya? Untuk mengetahui bedanya, mari kita pelajari dulu asal muasal keberadaan fastfood (apapun merk- nya).

Di AS, keberadaan fastfood sangat berkaitan dengan tingkat kesibukan manusia-manusia profesional yang sangat menghargai waktu mereka, sehingga sering kita dengar istilah “time is money” secara akrab. Tuntutan profesionalisme dan tingginya kinerja manusia-manusia disana menyebabkan mereka tak lagi menganggap makan sebagai sesuatu yang penting. Oleh karenanya, tak heran jika kemudian berkembang produksi pil pengganti makan, atau sereal yang mengandung vitamin sesuai dengan ukuran vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Singkatnya, mereka tidak ingin membuang banyak waktu untuk sekedar menyiapkan makan, juga menyantapnya. Seiring dengan kondisi tersebut, bermunculanlah ide fastfood (apapun jenis dan merk-nya) yang memungkinkan para profesional tersebut tidak kehilangan waktu dan energi karena sudah ada yang menyiapkannya, juga tidak kehabisan waktu menyantap karena sifat dan jenis makanannya yang simpel (misalnya, McD, satu potong ayam dan segelas soft drink). Nah, Anda bisa lihat karena namanya fastfood (makanan cepat saji) yang khusus disediakan bagi mereka yang sangat menghargai waktu, maka mereka pun tidak pernah berlama-lama duduk di restoran tersebut, dan bahkan tidak sedikit yang membawanya ke mobil atau meja kerja mereka.
Namun coba Anda perhatikan, orang-orang kita (lokal) yang juga sangat menyukai makanan tersebut, justru mereka menjadikan restoran fastfood tersebut untuk tempat ngobrol dan kongkow-kongkow, bahkan kencan! Allah sering mengingatkan kita untuk senantiasa memperhatikan dan menghargai waktu. Sedemikian pentingnya waktu bagi manusia, sampai Allah pun bersumpah demi waktu. Beberapa awal Surat dalam Al Qur’an menyatakan pentingnya waktu, antara lain Demi Waktu (Ashar), Demi Waktu Subuh, Demi Waktu Dhuha, Demi Malam dan lain sebagainya. Kalau urusan makan pun orang-orang diluar Islam sedemikian menghargai waktu mereka, apatah lagi untuk hal-hal lain yang jauh lebih penting dan bermanfaat. Saya tidak ingin mengatakan bahwa mereka lebih baik dan unggul dalam segala hal, namun untuk hal satu ini, mungkin semestinya kita belajar bagaimana menghargai dan memanfaatkan waktu agar tidak terbuang sia-sia. Setiap manusia diberikan jatah waktu 24 jam sehari, tidak ada yang dilebihkan atau dikurangi.

Tapi kenapa ada manusia yang sukses dan tidak sedikit pula yang gagal, bisa jadi salah satu faktor keberhasilan seseorang meraih sukses (sebaliknya, juga menjadi salah satu faktor kegagalan) adalah bagaimana cara ia memanfaatkan waktunya dengan baik, efektif dan maksimal. Dari contoh makan diatas misalnya, terlihat jelas perbedaan cara pandang sebagian orang kita dan (juga sebagian) orang-orang profesional. Mereka menjadikan makan (dengan menggunakan waktu secara efektif) sebagai bagian dari faktor pendukung kesuksesan, sementara sebagian kita menempatkan ‘makan’ sebagai bagian dari nikmat hidup. Karena perbedaan cara pandang tersebut, itulah yang Anda saksikan di beberapa restoran fastfood, orang kita yang datang lebih awal dibanding orang-orang profesional itu, namun mereka yang jauh lebih awal keluar dari tempat tersebut. Dari kesalahan cara pandang terhadap makanan fastfood tadi, menimbulkan satu kesalahan pandangan terhadap visi kesuksesan. Kok bisa? Orang-orang profesional yang telah merengkuh kesuksesan (sekali lagi), karena mereka sangat memperhitungkan setiap detik waktu yang mereka punyai, itulah yang kemudian menjadikan ‘makan’ dimata mereka sebagai sesuatu yang harus sesegera mungkin diselesaikan. Satu hal yang menjadi patokan adalah, kesuksesan harus melalui jalan yang panjang, dan salah satu faktor pendukungnya adalah dengan memanfaatkan setiap detik waktu agar tidak terbuang percuma. Sedetik saja waktu terbuang tanpa makna, mereka akan merasa semakin panjang jalan yang harus ditempuh menuju kesuksesannya, semakin mahal harga yang harus ditebusnya guna meraih sukses yang dicitakannya. Allah dalam Al Qur’an Surat Al Insan ayat 23-25 mengajarkan kepada orang- orang beriman tentang proses atau tahap-tahapan meraih sukses. Allah menggambarkan tentang turunnya Al Qur’an yang berangsur-angsur. Seperti halnya Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa (Al Hadid:4), seharusnya kita belajar bahwa tidak ada sesuatu yang bisa diraih secara instan, serba cepat tanpa melalui tahap-tahap dan perjuangan menujunya. Maka dalam ayat ke-24 (Al Insan), Dia meminta manusia untuk bersabar (dalam menjalani) ketetapan Tuhan tersebut. Dan agar manusia senantiasa bahwa segala sesuatu itu atas kehendak-Nya, maka Dia memerintahkan kita untuk menyebut nama-Nya setiap saat. Kesuksesan, satu cita yang hanya bisa diraih dengan perjuangan, kesungguhan dan melewati berbagai tahap sebelum merengkuhnya. Tidak ada orang bermimpi kemudian bangun tidur diatas tumpukan emas berlimpah, atau juga orang yang hari ini masih luntang-lantung tanpa pekerjaan yang jelas, kemudian esok harinya sudah duduk di meja kerja seorang Direktur dan memimpin sebuah perusahaan besar. Ah, mungkin kita terlalu banyak makan mie instant sehingga pola pikir yang terbentuk pada diri kita adalah, segala sesuatu bisa terjadi dalam waktu singkat. Atau mungkin kita terlalu sering nongkrong di restoran fastfood? Wallaahu ‘a’lam bishshowaab.

(Bayu Gautama) eramuslim.com

Berhenti Menjadi Pengemis

Selama ini, saya selalu menyediakan beberapa uang receh untuk berjaga-jaga kalau melewati pengemis atau ada pengemis yang menghampiri. Satu lewat, ku beri, kemudian lewat satu pengemis lagi, kuberi. Hingga persediaan receh di kantong habis baru lah aku berhenti dan menggantinya dengan kata "maaf" kepada pengemis yang ke sekian. Tidak setiap hari saya melakukan itu, karena memang pertemuan dengan pengemis juga tidak setiap hari. Jumlahnya pun tidak besar, hanya seribu rupiah atau bahkan lima ratus rupiah, tergantung persediaan. Sahabat saya, Diding, punya cara lain.

Awalnya saya merasa bahwa dia pelit karena saya tidak pernah melihatnya memberikan receh kepada pengemis. Padahal kalau kutaksir, gajinya lebih besar dari gajiku. Bahkan mungkin gajiku itu besarnya hanya setengah dari gajinya. Tapi setelah apa yang saya lihat sewaktu kami sama-sama berteduh kehujanan di Pasar Minggu, anggapan saya itu ternyata salah.

Seorang ibu setengah baya sambil menggendong anaknya menghampiri kami seraya menengadahkan tangan. Tangan saya yang sudah berancang-ancang mengeluarkan receh ditahannya. Kemudian Diding mengeluarkan dua lembar uang dari sakunya, satu lembar seribu rupiah, satu lembar lagi seratus ribu rupiah. Sementara si ibu tadi ternganga entah apa yang ada di pikirannya sambil memperhatikan dua lembar uang itu. "Ibu kalau saya kasih pilihan mau pilih yang mana, yang seribu rupiah atau yang seratus ribu?" tanya Diding.Sudah barang tentu, siapa pun orangnya pasti akan memilih yang lebih besar. Termasuk ibu tadi yang serta merta menunjuk uang seratus ribu. "Kalau ibu pilih yang seribu rupiah, tidak harus dikembalikan. Tapi kalau ibu pilih yang seratus ribu, saya tidak memberikannya secara cuma-cuma. Ibu harus mengembalikannya dalam waktu yang kita tentukan, bagaimana?" terang Diding. Agak lama waktu yang dibutuhkan ibu itu untuk menjawabnya. Terlihat ia masih nampak bingung dengan maksud sahabat saya itu. Dan, "Maksudnya... yang seratus ribu itu hanya pinjaman?" "Betul bu, itu hanya pinjaman. Maksud saya begini, kalau saya berikan seribu rupiah ini untuk ibu, paling lama satu jam mungkin sudah habis. Tapi saya akan meminjamkan uang seratus ribu ini untuk ibu agar esok hari dan seterusnya ibu tak perlu meminta-minta lagi," katanya. Selanjutnya Diding menjelaskan bahwa ia lebih baik memberikan pinjaman uang untuk modal bagi seseorang agar terlepas dari kebiasaannya meminta-minta. Seperti ibu itu, yang ternyata memiliki kemampuan membuat gado-gado. Di rumahnya ia masih memiliki beberapa perangkat untuk berjualan gado-gado, seperti cobek, piring, gelas, meja dan lain-lain. Setelah mencapai kesepakatan, akhirnya kami bersama-sama ke rumah ibu tadi yang tidak terlalu jauh dari tempat kami berteduh.

Hujan sudah reda, dan kami mendapati lingkungan rumahnya yang lumayan ramai. Cocok untuk berdagang gado-gado, pikirku. *** Diding sering menyempatkan diri untuk mengunjungi penjual gado-gado itu. Selain untuk mengisi perutnya -dengan tetap membayar- ia juga berkesempatan untuk memberikan masukan bagi kelancaran usaha ibu penjual gado-gado itu. Belum tiga bulan dari waktu yang disepakati untuk mengembalikan uang pinjaman itu, dua hari lalu saat Diding kembali mengunjungi penjual gado-gado. Dengan air mata yang tak bisa lagi tertahan, ibu penjual gado-gado itu mengembalikan uang pinjaman itu ke Diding. "Terima kasih, Nak. Kamu telah mengangkat ibu menjadi orang yang lebih terhormat." Diding mengaku selalu menitikkan air mata jika mendapati orang yang dibantunya sukses.

Meski tak jarang ia harus kehilangan uang itu karena orang yang dibantunya gagal atau tak bertanggung jawab. Menurutnya, itu sudah resiko. Tapi setidaknya, setelah ibu penjual gado-gado itu mengembalikan uang pinjamannya berarti akan ada satu orang lagi yang bisa ia bantu. Dan akan ada satu lagi yang berhenti meminta-minta. Ding, inginnya saya menirumu. Semoga bisa ya. Bayu Gautama eramuslim.com

Kisah Segelas Susu

Kisah Segelas Susu Suatu hari, Khalifah Abu Bakar al-Shidiq kembali dari pasar. Di rumah, beliau melihat segelas susu murni di atas meja. Karena rasa haus akibat aktivitas yang melelahkan, beliau meminum susu tersebut tanpa curiga sedikit pun tentang asal-usul segelas susu tersebut.

Saat itu, pembantu beliau masuk rumah dan menyaksikan tuannya telah menghabiskan segelas susu yang dia letakkan di atas meja, selanjutnya ia berkata, ''Ya Tuanku, biasanya sebelum engkau memakan dan meminum sesuatu pasti menanyakan lebih dulu asal-muasal makanan dan minuman tersebut, mengapa sewaktu meminum susu tadi engkau tidak bertanya sedikit pun tapi langsung meminumnya?'' Dengan rasa kaget, Abu Bakar bertanya, ''Memangnya susu ini dari mana?'' Pembantunya menjawab, ''Begini, ya Tuanku, pada zaman jahiliyah dulu dan sebelum masuk Islam, saya adalah kahin (dukun) yang menebak nasib seseorang.

Suatu kali setelah saya ramal nasib seorang pelanggan, dia tidak sanggup membayar karena tidak punya uang, tapi dia berjanji suatu saat akan membayar. Tadi pagi saya bertemu di pasar dan dia memberikan susu itu sebagai bayaran untuk utang yang dulu belum sempat dia bayar.'' Mendengar itu, langsung Abu Bakar memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut dan mengoyang-goyangkan anak lidah agar muntah. Beliau berusaha untuk mengeluarkan susu tersebut dari perutnya, dan tidak ingin sedikit pun tersisa.

Bahkan dalam riwayat itu disebutkan, beliau sampai pingsan karena berusaha memuntahkan seluruh susu yang telanjur beliau minum dan berkata, ''Walaupun saya harus mati karena mengeluarkan susu ini dari perut saya, saya rela.'' Banyak disebutkan dalam kisah para sahabat Nabi, para salafu al shalih sangat menjaga setiap makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam perut. Ketika mereka sudah benar-benar yakin bahwa makanan tersebut halal seratus persen, barulah mereka berani memakannya, tapi kalau masih berbau syubhat apalagi haram mereka tidak mau memakannya, walaupun harus kelaparan.

Para salafu al shalih sangat takut kepada hadis Nabi, ''Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram, maka api neraka lebih pantas untuknya.'' Di samping itu, mereka sangat yakin bahwa makanan adalah sumber tenaga dan inspirasi untuk tubuh dan otak. Makanan yang halal akan membuat tubuh gampang untuk melaksanakan ibadah. Kehati-hatian mereka juga untuk keluarga. Mereka tidak mau memberi makanan yang haram kepada keturunannya agar melahirkan sifat terpuji, karena yakin ketika keluarga diberi makanan yang haram, jangan diharapkan istri dan anak kita akan membawa kedamaian di tengah keluarga. Sang anak dan istri akan jauh dari sifat shalih dan shalihah. Istri-istri di zaman sahabat dan salaf al shalih selalu berpesan kepada suaminya sebelum berangkat kerja, ''Wahai suamiku, kami kuat menahan lapar, tapi tidak kuat terhadap api neraka, carilah rezeki yang halal untuk kami.''


(Okrisal Eka Putra)republika

Kisah Sang Tikus

Kisah Sang Tikus

Seekor tikus mengintip disebalik celah di tembok untuk mengamati sang petani dan isterinya membuka sebuah bungkusan. Ada makanan fikirnya? Dia terkejut sekali, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus.Lari kembali ke ladang pertanian itu, tikus itu menjerit memberi peringatan; "Awas, ada perangkap tikus di dalam rumah, hati-hati, ada perangkap tikus di dalam rumah!"Sang ayam dengan tenang berkokok dan sambil tetap menggaruk tanah, mengangkat kepalanya dan berkata, "Ya maafkan aku, Pak Tikus, aku tahu ini memang masalah besar bagi kamu, tapi buat aku secara pribadi tak ada masalahnya. Jadi jangan buat aku peninglah."Tikus berbalik dan pergi menuju sang kambing, katanya, "Ada perangkap tikus didalam rumah, sebuah perangkap tikus dirumah!" "Wah, aku menyesal dengar khabar ini," si kambing menghibur dengan penuh simpati, "tetapi tak ada sesuatupun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu sentiasa ada dalam doa doaku!"Tikus kemudian berbelok menuju si lembu. " Oh? sebuah perangkap tikus, jadi saya dalam bahaya besar ya?" kata lembu itu sambil ketawa.Jadi tikus itu kembalilah kerumah, kepala tertunduk dan merasa begitu patah hati, kesal dan sedih, terpaksa menghadapi perangkap tikus itu sendirian.Malam itu juga terdengar suara bergema diseluruh rumah, seperti bunyi perangkap tikus yang berjaya menangkap mangsanya. Isteri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Didalam kegelapan itu dia tak bisa melihat bahawa yang terjebak itu adalah seekor ular berbisa. Ular itu sempat mematuk tangan isteri petani itu. Petani itu bergegas membawanya ke rumah sakit.Dia kembali ke rumah dengan demam. Sudah menjadi kebiasaan setiap orang akan memberikan orang yg sakit demam panas minum sup ayam segar, jadi petani itu pun mengambil goloknya dan pergilah dia ke belakang mencari bahan bahan untuk supnya itu. Penyakit isterinya berlanjutan sehingga teman-teman dan tetangganya datang menjenguk, dari jam ke jam selalu ada saja para tamu. Petani itupun menyembelih kambingnya untuk memberi makan para tamu itu.Isteri petani itu tak kunjung sembuh. Dia mati, jadi makin banyak lagi orang orang yang datang untuk pemakamannya sehingga petani itu terpaksalah menyembelih lembunya agar dapat para pelayat itu.


Moral kisah ini:---------------Apabila kamu dengar ada seseorang yang menghadapi masalah dan kamu fikir itu tiada kaitan dengan anda, ingatlah bahwa apabila ada 'perangkap tikus' didalam rumah, seluruh 'ladang pertanian' ikut menanggung risikonya .Sikap mementingkan diri sendiri lebih banyak keburukan dari baiknya. (Soulful - Anton Prayitno) myquran.com

Keajaiban Tumbuhan

Seorang mukmin berjalan di sebuah taman. Ia terpesona dengan keindahan taman yang merupakan kenikmatan Allah. Sesungguhnya, bagi yang sudi merenung, pada setiap benda hidup terdapat kebesaran-Nya.Sebagai contoh, tanaman merambat yang melingkarkan tubuhnya mengelilingi sebuah dahan atau benda lain, merupakan fenomena yang perlu dipikirkan secara seksama. Jika pertumbuhan tanaman ini direkam dan dipertunjukkan ulang dengan cepat, akan terlihat bahwa tanaman merambat ini bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran. Ia seolah-olah melihat dahan yang berada tepat di hadapannya, lalu ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan diri ke dahan seperti tali lasso. Seorang mukmin yang menyaksikan semua ini kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa Dia menciptakannya sebagai sistem yang unik dan tanpa cacat. Ketika seseorang terus mengamati gerakan-gerakan tanaman ini, ia menemukan satu ciri menarik lain dari tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa batang tanaman merambat tersebut dengan kuat melekatkan dirinya di atas permukaan dimana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan sampingnya. Bahan yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki kesadaran tersebut merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba untuk dipindahkan dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang ada ditembok akan ikut terangkat juga.Begitupun dengan pepohonan. Pernahkan kita memikirkan bagaimana air mencapai dedaunan yang tinggi? Tidaklah mungkin bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda untuk naik ke lantai yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau mesin pompa air yang kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya sampai ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistem pemompaan yang mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon. Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua sarana dan perlengkapan yang diperlukan. Tambahan lagi, sistem pemompaan di setiap pohon terlalu canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat tinggal manusia. Hal lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan dedaunan. Dedaunan itu sesungguhnya bukan bentuk sederhana seperti yang terlihat mata. Dedaunan, misalnya, adalah sesuatu yang rentan dan mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering kerontang karena panasnya terik sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang manusia berada pada suhu 40oC dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya, daun mampu untuk tetap hijau di bawah panas matahari yang menyengat tanpa terbakar selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan meskipun sangat sedikit sekali jumlah air yang mengalir melalui pembuluh-pembuluhnya yang mirip benang. Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan ilmu yang tak tertandingi. Begitulah, ketika menyusuri taman, kita memahami semua itu merupakan perwujudan sifat-Nya Yang Maha Indah (Al-Jamaal). Lihatlah: bunga daisy yang menguning. Kupu-kupu dengan ekornya yang indah meliuk di sela bunga.Kupu-kupu, misalnya, adalah makhluk yang sangat indah dan elok untuk dilihat. Kupu-kupu, yang memiliki sayap dengan simetri dan disain semacam renda yang demikian teliti sehingga terlihat seolah-olah dilukis dengan tangan, dengan warna yang harmoni dan dipenuhi fosfor sehingga berpendar, adalah bukti daya seni yang tak tertandingi dari ciptaan Allah.Banyaknya jenis tanaman dan pohon yang tak terhitung di muka bumi merupakan bagian dari keindahan ciptaan Allah. Bunga-bunga dengan warna yang beraneka-ragam dan berbagai bentuk pepohonan telah diciptakan sedemikian rupa sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia.Seseorang yang memiliki keimanan akan berpikir bagaimana bunga seperti mawar, violet, daisy, hyacinth, anyelir, anggrek dan bunga-bunga lainnya memiliki permukaan yang sedemikian mulus, bagaimana mereka muncul dari biji-biji mereka dalam keadaan yang halus sama sekali tanpa ada lipatan-lipatan, bagaikan telah disetrika. Satu lagi keajaiban ciptaan Allah adalah aroma sedap yang menakjubkan dari bunga-bunga ini. Mawar, misalnya, memiliki wangi yang tidak pernah berubah yang selalu dikeluarkannya. Bahkan dengan teknologi paling maju sekalipun, bau yang menyamai mawar tidak dapat dibuat. Penelitian di laboratorium-laboratorium untuk menyerupai bau ini belum mendatangkan hasil yang memuaskan. Aroma parfum yang diproduksi dengan meniru bau mawar pada umumnya memiliki bau harum yang sedemikian kuat sehingga mengganggu orang. Tetapi bau asli dari bunga mawar tidak menimbulkan gangguan apapun bagi manusia.Orang yang beriman sadar bahwa segala sesuatu ini diciptakan Allah agar ia memuji-Nya. Sadar akan hal ini, seseorang yang menyaksikan keindahan kebun ketika sedang berjalan-jalan akan mengagungkan Allah seraya mengatakan, ''Maa syaa Allahu, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)'' (QS. Al-Kahfi, 18: 39).
republika [Rabu, 04/12/2002]

Rahasia Besi

Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut:"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25)Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan. Harun Yahya Internasional 2004. www.harunyahya.com